Forum Menulis Mahasiswa Institut

Selasa, 06 Januari 2015

Mimpiku dan Tasbih Hijaumu
oleh : Ira Maulida

                Pagi itu hujan masih membasahi bumi, namun tak sederas semalam, sehingga menbuatku enggan beranjak dari tempat tidur. Kulirik jam dinding kamarku “masih jam 5” lalu kutarik kembali selimut panjangku dan melanjutkan tidur lagi. Tak lama kemudian terdengar suara azan berkumandang memanggil seluruh umat muslim melaksanakan kewajibannya kepada sang Pencipta.
                Tok,,tok,,tok... “Zi,,bangun nak sholat subuh” kalimat yang selalu kudengar setiap pagi, tak pernah absen ayah membangunkanku untuk bermunajat kepada-Nya. Aku bangun dengan mata yang masih sembab akibat hujan yang melanda hatiku semalam. Ku ambil wudhu, lalu kutunaikan shalat. Tak lupa kupanjatkan do’a untuk orang-orang yang aku sayang agar selalu dalam lindungan-Nya. Sejenak,a ku termenung mengingat mimpi aneh semalam, mimpi yang membuatku berlinangan air mata.

                Seperti biasa, setelah shalat kerjaan sudah mengantri untuk dikerjakan. Piring kotor di dapur bagai bunga yang selalu menghiasi  kamar mandi setiap pagi. Setelah mencuci piring yang menumpuk semalam, kulanjutkan dengan menyapu seluruh rumah. Sesekali kulirik hp yang kuletakkan diatas kasur, menunggu sms dari seseorang. Seseorang yang dekat dengan ku akhir-akhir ini.
                 “Dx,,bangun,,kita sholat dulu yok ;)”.
                 Biasanya setiap pagi sms nya selalu membangunkanku dari tidur. Tapi tidak untuk pagi ini, tak ada sms yang masuk kecuali dari Telkomsel yang selalu setia mengirimkan pesannya.
                Mungkin gak da pulsa” pikirku.
                Lalu kukirimkan pesan untuk memastikan keadaanya. Menunggu beberapa saat tapi tak ada balasan. Aku bergegas mandi dan berangkat ke kampus, berharap aku bisa berjumpa dengannya disana.
                Setibanya di kampus, kupandangi sekelilingku. Mataku terus mencari-cari bang Agil, seseorang yang sedang dekat denganku akhir-akhir ini. Tapi dia tak ada. Aku teringat mimpi semalam, seorang gadis kecil menemuiku dan menitipkan salam dari bang Agil,.katanya Miss U, mimpi yang membuatku terbangun dari tidurku dan menangis, mimpi aneh yang tidak kumengerti apa maksudnya.
                Hari sudah sore, langit mulai mendung pertanda hujan akan segera turun. Sesekali terdengar suara gemuruh yang mengundang hujan untuk segera datang. Angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan yang sudah kering dari dahannya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, tapi aku belum melihat bang Agil. Hatiku mulai gelisah. Lalu kuberanikan diri untuk bertanya kepada salah seorang temannya. Dari kejauhan kak Tia sudah melambaikan tangan ke arahku dan tersenyum, sepertinya ia tau maksudku menghampirinya. Kutanya kabarnya, kenapa ia belum pulang ?, dan beberapa pertanyaan lain. Hanya untuk sekedar basa-basi. Lalu kutanya tentang bang Agil.
                “Oa, kakak da liat bang Agil gak,.? Zizi mau balein uangnya,.” Tanyaku sambil membuat alasan agar kak Tia tidak mengejek dan menertawakanku.
                “Gk ada dek, bang Agil kan sakit. Kemarin sore dibawa ke RS. Semalam kakak udah jenguk trus kata mamaknya dia mau dibawa ke Banda hari ini.“ jelas kak Tia
                Belum sempat aku bertanya tentang penyakitnya bang Agil, kak Tia sudah bergegas pulang bersama teman yang telah menunggunya. Aku masih terdiam setelah mendengar penjelasan dari kak Tia. Aku teringat mimpi semalam, apakah ini maksud dari mimpi itu,.?
                Aku beranjak pulang. Langkah kakiku terasa berat. Berbagai pertanyaan bekecambuk dalam hati.  Langit makin gelap, angin pun bertiup kencang. Sesekali terdengar suara petir menyambar, kilatannya terlihat jelas di langit yang kelabu.  Gerimis mulai turun membasahi bumi yang sedang kering. Lalu kustarter si Beat dan bergegas pulang. Hujan makin deras. Orang-orang berhenti untuk berteduh, tapi aku terus berjalan menyusuri hujan. Kubiarkan air mataku mengalir bersama dinginnya air hujan.
,.:;*__0__*;:.,


Malam sudah tiba, jubah hitamnya terlihat indah dihiasi ribuan bintang.
                 “Besok hari yang spesial,”gumamku sambil memainkan si hp yang sudah 3 tahun menemaniku.
                Ku pandangi langit-langit kamar yang dicat warna putih dengan les warna hijau, warna yang aku suka. Teringat seseorang yang sedang terbujur lemas di rumah sakit dengan jarum impus di tangannya. Teringat senyum dan candanya. Ingat nasehat-nasehatnya, ia juga pernah bilang
                Kalau kita jodoh, Allah pasti akan mempertemukan kita di waktu yang tepat. Kita hanya perlu berusaha menjadi pribadi yang baik, bukan sempurna, karena kesempurnaan hanya milik sang Pencipta kita”.
                Kata-kata yang membuatku tersenyum setiap kali membacanya sekaligus membuat ku berdo’a semoga Allah memang menciptakannya untukku. Beberapa hari yang lalu, ia bertanya kapan aku ulang tahun. Tapi untuk saat ini aku tak berharap ia ingat, aku hanya berharap agar Allah memberikan kesembuhan untuknya.
                Ayam berkokok, pertanda pagi kembali menyapa. Diikuti alarm hp yang berbunyi. membangunkanku dari mimpi. Masih ngantuk, mataku perih susah untuk dibuka. Bagaimana tidak, mataku baru bisa terpejam ketika jam dinding kamar menunjukkan jam 03.00 pagi. Setelah sholat, kubuka jendela kamar. Kicauan burung terdengar merdu. Butiran embun masih terlihat di atas dedaunan yang hijau. Matahari mulai terbit, cahayanya menghiasi langit biru yang bersih.
                Semoga ada kabar dari bang Agil hari ini. ku berharap. Bersama si Beat ku berangkat menuju tempat ku menuntut ilmu. Sesampai di kampus, suasana masih sepi. Hanya terlihat beberapa honda yang terparkir di parkiran dan beberapa mahasiswa yang berlalu lalang. Aku bergegas menuju kantin membeli sepotong roti dan sebotol aqua untuk makan pagi. Beberapa teman mengucapkan selamat ulang tahun, ada juga yang memberikan permen sebagai hadiah. Sahabatku memberikan jam tangan cantik bertuliskan 2gther. Berkali-kali kuucapkan terimakasih atas doa dan hadiah yang mereka berikan.
,.:;*__0__*;:.,
Seminggu setelah hari ulang tahunku,.
Kak Tia mengajakku bertemu dengan bang Agil.
                “Bang Agil udah dibawa pulang semalam.” Katanya.
                “Alhamdulillah.”aku terus mengucap syukur
                Aku besiap-siap untuk berjumpa dengan bang Agil, seseorang yang aku rindu. Dari kejauhan terlihat kak Tia sudah menunggu di depan sebuah toko buku. Tapi ada yang beda, wajah kak Tia tak secerah biasanya. Matanya merah dan sembab.
                Lagi sakit ya kak ?” tanyaku penasaran.
                Gak, cm abez berantem aja sama adx td dirumah. ujar kak Tia sambil tersenyum.
                Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Lalu kami berangkat menuju rumah bang Agil. Hatiku senang tak terkira. Sudah 20 menit perjalanan, tak jauh aku melihat orang yang menjual buah-buahan. Ku ajak kak Tia untuk berhenti membeli buah, tapi ia menolak katanya nanti aja, dekat rumah bang Agil juga ada orang jualan.
                Sampai di persimpangan jalan, kami belok kiri melewati bendera yang dibuat dari kertas perda berwarna merah yang ditancapkan diatas  potongan pohon pisang.
                Mungkin ada orang yang meninggal”pikirku.
                Perasaanku mulai aneh saat kak Tia memarkirkan si Beat di dekat rumah yang dipenuhi banyak orang yang datang dan pergi. Kursi plastik berwarna hijau dan biru disusun rapi di depannya serta ada sebuah baskom diatas meja yang berisikan beras.
                Kak Tia menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya.
                Kak, rumah bang Agil yang mana ?” tanyaku.
                Tapi ia tak menjawab, tanganku masih dipegangnya. Lalu kami memasuki halaman rumah itu. Orang –orang memandangi kami, mungkin kami masih terlihat asing bagi mereka. Kutarik tangan kak Tia untuk berhenti.
                Kak, kita ngapain disini,.? Ni rumah sodara kakak ya ?” bisikku.
                Kak Tia menangis, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
                Bang Agil dek”, jawab kak Tia sambil menangis.
Badanku mulai lemas, lalu kak Tia mengajakku untuk masuk ke rumah itu.
                Aku masih berdiri didekat pintu. Disana kulihat seseorang yang terbujur kaku. Seluruh tubuhnya dibalut dengan kain putih, hanya wajahnya yang masih terlihat. Tapi, aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas karena air mata yang telah menghalangi penglihatanku. Kak Tia menarik tanganku, mendekat dengan seseorang yang ingin kutemui. Dekat, begitu dekat.
                Tapi ia tak berkata apa-apa, hanya senyuman yang masih terlihat di wajahnya. Aku mulai terisak-isak, kak Tia mengelus pundakku. Aku masih terdiam, lidahkku kelu tak dapat berkata-kata. Aku masih tak percaya, apa mungkin ini hanya mimpi ? begitu cepat Engkau memanggilnya ya Allah bahkan aku belum sempat meminta maaf. Ku hanyut dalam tangisan. Kak Tia memelukku dan mencoba untuk menenangkanku.
                Disudut sana terlihat seorang wanita yang sudah renta menangis terisak-isak sambil memeluk sebuah peci berwarna hitam, ia ditemani seorang gadis kecil yang juga ikut menangis bersamanya.
                Itu Ibu sama si adek” ujar kak Tia
                Kesedihan makin menjadi-jadi saat wanita dan gadis itu mencium kening bang Agil sebelum ia dibawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkan wanita separuh baya itu, ia hanya menangis. Air matanya jelas menggambarkan betapa ia sangat kehilangan seorang putra yang sholeh yang selama ini menjadi tulang punggung keluarganya.

,.:;*__0__*;:.,




Seminggu setelah kepergiannya...
                Langit masih mendung, suara kicauan burung pagi itu tak seindah biasanya. Matahari juga enggan terbit karena langit masih berduka.
                “Aku rindu dy ya Allah” gumamku saat membuka jendela kamar yang ditutupi gorden berwarna putih.
                Pukul 8.15, aku berangkat ke kampus bersama si Beat. Sesampainya disana, kuparkirkan si beat di tempat yang teduh agar ia tak kepanasan. Suasana kampus lumayan ramai, banyak sepeda motor dan mobil yang sudah diparkir rapi di tempatnya. Juga para mahasiswa yang datang silih berganti dengan semangat dan style mereka masing-masing. Ku berjalan menyusuri halaman kampus yang luas. Rumputnya masih basah karena embun pagi.
                “Zi,..Zizi” terdengar seseorang memanggilku.
                Ku berpaling ke arah suara itu berasal. Gadis itu menghampiriku, ia terlihat cantik hari ini dengan kerudung merah yang ia kenakan. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak kecil yang dibalut dengan kertas kado berwarna hijau ditambah dengan pita merah diatasnya.
                “Ne kado dari bang Agil dx, dy titip sama mamanya sebelum dy masuk RS. Emm,,jgn lupa dibuka ea” ujar kak Tia sambil tersenyum.
                “makasih kak” jawabku.
                Kupandangi kado cantik itu, tersenyum, terharu,  perasaanku bercampur jadi satu. Kak Tia mengelus pundakku dan tersenyum kembali.
Setelah shalat magrib,.
                Kubuka kado mungil pemberiannya. Sebuah tasbih berwarna hijau, indah sekali. Aku terharu. Juga ada secarik kertas didalamnya. Sebuah pesan yang ia tuliskan untukku.

  Untukmu calon makmumku,.
    Semoga umurnya diberkahi Allah & semoga engkau
    Slalu dalam lindungan-Nya. Jangan lupa sholat ya,.
                                                Rinduku Untukmu,..

            Deraian air mata tak dapat kutahan. Bahagia bercampur duka dan rindu. Ku bersyukur kepada Sang Maha Pencipta karna telah mempertemukanku dengan seseorang yang baik tutur katanya dan santun akhlaknya. Seseorang yang aku impikan menjadi imamku, tapi Engkau berkehendak lain. Semoga Engkau mempertemukan kembali hamba dengannya di syurga Mu kelak,..

Terimakasih kepada mu yang pernah hadir dalam hidupku,.
Membuatku tersenyum dan tertawa dengan gurauanmu,.
Membuatku terharu dengan nasehat-nasehatmu,.
Terimakasih karena engkau telah menitipkan tasbih pengobat rindu untukku,.
Kuterlelap diatas sajadah bersama air mata rindu yang kutitipkan untuknya,...
-“,.:;*__0__*;:.,”-


                                                                                Kamis, 5 juni 2014


                                                                                                                                  FOMIA
(Writing Forum of Almuslim Islamic Institute Student


0 komentar:

Posting Komentar