Mimpiku dan Tasbih Hijaumu
oleh : Ira Maulida
oleh : Ira Maulida
Pagi itu
hujan masih membasahi bumi, namun tak sederas semalam, sehingga menbuatku
enggan beranjak dari tempat tidur. Kulirik jam dinding kamarku “masih jam 5”
lalu kutarik kembali selimut panjangku dan melanjutkan tidur lagi. Tak lama
kemudian terdengar suara azan berkumandang memanggil seluruh umat muslim
melaksanakan kewajibannya kepada sang Pencipta.
Tok,,tok,,tok...
“Zi,,bangun nak sholat subuh” kalimat yang selalu kudengar setiap pagi, tak
pernah absen ayah membangunkanku untuk
bermunajat kepada-Nya. Aku bangun dengan
mata yang masih sembab akibat hujan yang melanda hatiku semalam. Ku ambil
wudhu, lalu kutunaikan shalat. Tak lupa kupanjatkan do’a untuk orang-orang yang
aku sayang agar selalu dalam lindungan-Nya. Sejenak,a ku termenung mengingat mimpi aneh semalam, mimpi yang
membuatku berlinangan air mata.
Seperti biasa,
setelah shalat kerjaan sudah mengantri untuk dikerjakan. Piring kotor di dapur bagai bunga yang selalu
menghiasi kamar mandi setiap pagi.
Setelah mencuci piring yang menumpuk semalam, kulanjutkan dengan menyapu seluruh rumah. Sesekali kulirik hp yang
kuletakkan diatas kasur, menunggu sms dari seseorang. Seseorang yang dekat
dengan ku akhir-akhir ini.
“Dx,,bangun,,kita sholat dulu yok ;)”.
Biasanya setiap pagi sms nya selalu
membangunkanku dari tidur. Tapi tidak untuk pagi ini, tak ada sms yang masuk
kecuali dari Telkomsel yang selalu setia mengirimkan pesannya.
“Mungkin gak da pulsa”
pikirku.
Lalu kukirimkan
pesan untuk memastikan keadaanya. Menunggu
beberapa saat tapi tak ada balasan. Aku
bergegas mandi dan berangkat ke kampus, berharap aku bisa berjumpa dengannya
disana.
Setibanya di kampus, kupandangi sekelilingku. Mataku terus
mencari-cari bang Agil, seseorang yang sedang dekat
denganku akhir-akhir ini. Tapi dia tak ada. Aku teringat mimpi semalam, seorang
gadis kecil menemuiku dan menitipkan salam dari bang Agil,.katanya Miss U, mimpi yang membuatku terbangun
dari tidurku dan menangis, mimpi aneh yang tidak kumengerti apa maksudnya.
Hari
sudah sore, langit mulai mendung pertanda hujan akan segera turun. Sesekali
terdengar suara gemuruh yang mengundang hujan untuk segera datang. Angin
berhembus kencang menerbangkan dedaunan yang sudah kering dari dahannya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, tapi aku belum melihat bang Agil. Hatiku mulai gelisah. Lalu kuberanikan diri untuk bertanya kepada salah seorang temannya. Dari kejauhan kak
Tia sudah melambaikan tangan ke arahku dan tersenyum, sepertinya ia tau
maksudku menghampirinya. Kutanya kabarnya, kenapa ia belum
pulang ?, dan beberapa pertanyaan lain. Hanya untuk sekedar basa-basi. Lalu kutanya tentang bang Agil.
“Oa, kakak da
liat bang Agil gak,.? Zizi
mau balein uangnya,.” Tanyaku sambil membuat alasan agar kak Tia tidak mengejek
dan menertawakanku.
“Gk ada dek, bang Agil kan sakit. Kemarin sore dibawa ke RS. Semalam kakak
udah jenguk trus kata mamaknya dia mau
dibawa ke Banda hari ini.“ jelas kak Tia
Belum sempat aku
bertanya tentang penyakitnya bang Agil, kak Tia sudah bergegas pulang bersama
teman yang telah menunggunya. Aku masih terdiam setelah mendengar penjelasan
dari kak Tia. Aku teringat mimpi semalam, apakah ini
maksud dari mimpi itu,.?
Aku beranjak
pulang. Langkah kakiku terasa berat. Berbagai pertanyaan bekecambuk dalam
hati. Langit makin gelap, angin pun
bertiup kencang. Sesekali terdengar suara petir menyambar, kilatannya terlihat
jelas di langit yang kelabu. Gerimis
mulai turun membasahi bumi yang sedang kering. Lalu kustarter si Beat dan bergegas pulang. Hujan makin
deras. Orang-orang berhenti untuk berteduh, tapi aku terus
berjalan menyusuri hujan. Kubiarkan air mataku mengalir bersama dinginnya air
hujan.
,.:;*__0__*;:.,
Malam sudah tiba, jubah hitamnya
terlihat indah dihiasi ribuan bintang.
“Besok hari
yang spesial,”gumamku sambil memainkan si hp yang sudah 3 tahun menemaniku.
Ku pandangi
langit-langit kamar yang dicat warna putih dengan les warna hijau, warna yang
aku suka. Teringat seseorang yang sedang terbujur lemas di rumah sakit dengan
jarum impus di tangannya. Teringat senyum dan candanya. Ingat
nasehat-nasehatnya, ia juga pernah bilang
“Kalau kita jodoh, Allah pasti akan mempertemukan kita di
waktu yang tepat. Kita hanya perlu berusaha menjadi pribadi yang baik, bukan
sempurna, karena
kesempurnaan hanya milik sang Pencipta kita”.
Kata-kata
yang membuatku tersenyum setiap kali membacanya sekaligus membuat ku berdo’a
semoga Allah memang menciptakannya untukku. Beberapa hari yang lalu, ia bertanya kapan aku ulang tahun. Tapi untuk saat ini aku tak berharap ia ingat, aku hanya berharap agar Allah
memberikan kesembuhan untuknya.
Ayam berkokok,
pertanda pagi kembali menyapa. Diikuti alarm hp yang berbunyi. membangunkanku dari mimpi. Masih ngantuk, mataku perih
susah untuk dibuka. Bagaimana tidak, mataku baru bisa terpejam ketika jam
dinding kamar menunjukkan jam 03.00 pagi. Setelah sholat, kubuka jendela kamar.
Kicauan burung terdengar merdu. Butiran embun masih terlihat di atas dedaunan
yang hijau. Matahari mulai terbit, cahayanya menghiasi langit biru yang bersih.
“Semoga ada kabar dari bang Agil
hari ini.” ku
berharap. Bersama si Beat ku berangkat menuju tempat ku
menuntut ilmu. Sesampai di kampus, suasana masih sepi. Hanya terlihat beberapa
honda yang terparkir di parkiran dan beberapa mahasiswa yang berlalu lalang. Aku bergegas menuju kantin membeli sepotong roti dan sebotol
aqua untuk makan pagi. Beberapa teman mengucapkan selamat ulang tahun, ada juga
yang memberikan permen sebagai hadiah. Sahabatku memberikan jam tangan cantik
bertuliskan 2gther. Berkali-kali
kuucapkan terimakasih atas doa dan hadiah yang mereka berikan.
,.:;*__0__*;:.,
Seminggu setelah hari ulang
tahunku,.
Kak Tia mengajakku bertemu dengan
bang Agil.
“Bang Agil udah dibawa pulang semalam.” Katanya.
“Alhamdulillah.”aku terus mengucap syukur
Aku besiap-siap
untuk berjumpa dengan bang Agil, seseorang
yang aku rindu. Dari kejauhan terlihat kak Tia sudah menunggu di depan sebuah
toko buku. Tapi ada yang beda, wajah kak Tia tak secerah biasanya. Matanya
merah dan sembab.
“Lagi sakit ya kak ?” tanyaku
penasaran.
“Gak, cm abez berantem aja sama adx td dirumah.” ujar kak Tia
sambil tersenyum.
Aku hanya
tersenyum mendengar jawabannya. Lalu kami berangkat menuju rumah bang Agil. Hatiku senang tak terkira. Sudah 20 menit
perjalanan, tak jauh aku melihat orang yang menjual buah-buahan. Ku ajak kak
Tia untuk berhenti membeli buah, tapi ia menolak katanya nanti aja, dekat rumah
bang Agil juga ada orang jualan.
Sampai di
persimpangan jalan, kami belok kiri melewati bendera yang dibuat dari kertas
perda berwarna merah yang ditancapkan diatas
potongan pohon pisang.
“Mungkin ada orang yang meninggal”pikirku.
Perasaanku mulai
aneh saat kak Tia memarkirkan si Beat di dekat rumah yang dipenuhi banyak orang
yang datang dan pergi. Kursi plastik berwarna hijau dan biru disusun rapi di
depannya serta ada sebuah baskom diatas meja yang berisikan beras.
Kak Tia menarik
tanganku untuk mengikuti langkahnya.
“Kak, rumah bang Agil yang mana ?” tanyaku.
Tapi ia tak
menjawab, tanganku masih dipegangnya. Lalu kami memasuki halaman rumah itu.
Orang –orang memandangi kami, mungkin kami masih terlihat asing bagi mereka.
Kutarik tangan kak Tia untuk berhenti.
“Kak, kita ngapain disini,.? Ni rumah
sodara kakak ya ?” bisikku.
Kak Tia menangis,
ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Bang Agil dek”, jawab kak Tia
sambil menangis.
Badanku mulai lemas, lalu kak Tia
mengajakku untuk masuk ke rumah itu.
Aku masih berdiri
didekat pintu. Disana kulihat seseorang yang terbujur kaku. Seluruh tubuhnya
dibalut dengan kain putih, hanya wajahnya yang masih terlihat. Tapi, aku tak
dapat melihat wajahnya dengan jelas karena air mata yang telah menghalangi
penglihatanku. Kak Tia menarik tanganku, mendekat dengan seseorang yang ingin
kutemui. Dekat, begitu dekat.
Tapi ia tak
berkata apa-apa, hanya senyuman yang masih terlihat di wajahnya. Aku mulai
terisak-isak, kak Tia mengelus pundakku. Aku masih terdiam, lidahkku kelu tak
dapat berkata-kata. Aku masih tak percaya, apa mungkin ini hanya mimpi ? begitu
cepat Engkau memanggilnya ya Allah bahkan aku belum sempat meminta maaf. Ku
hanyut dalam tangisan. Kak Tia memelukku dan mencoba untuk menenangkanku.
Disudut sana
terlihat seorang wanita yang sudah renta menangis terisak-isak sambil memeluk
sebuah peci berwarna hitam, ia ditemani seorang gadis kecil yang juga ikut
menangis bersamanya.
“Itu Ibu sama si adek” ujar
kak Tia
Kesedihan makin
menjadi-jadi saat wanita dan gadis itu mencium kening bang Agil sebelum ia dibawa ke tempat peristirahatannya yang
terakhir. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkan wanita separuh baya itu, ia
hanya menangis. Air matanya jelas menggambarkan betapa ia sangat kehilangan
seorang putra yang sholeh yang selama ini menjadi tulang punggung keluarganya.
,.:;*__0__*;:.,
Seminggu setelah kepergiannya...
Langit masih
mendung, suara kicauan burung pagi itu tak seindah biasanya. Matahari juga
enggan terbit karena langit masih berduka.
“Aku
rindu dy ya Allah” gumamku saat membuka jendela kamar yang ditutupi gorden
berwarna putih.
Pukul 8.15, aku berangkat ke
kampus bersama si Beat. Sesampainya
disana, kuparkirkan si beat di tempat yang teduh agar ia tak kepanasan. Suasana kampus
lumayan ramai, banyak sepeda motor dan mobil yang
sudah diparkir rapi di tempatnya. Juga para mahasiswa yang datang silih berganti
dengan semangat dan style mereka masing-masing. Ku berjalan menyusuri halaman
kampus yang luas. Rumputnya masih basah karena embun pagi.
“Zi,..Zizi”
terdengar seseorang memanggilku.
Ku berpaling ke
arah suara itu berasal. Gadis itu menghampiriku, ia terlihat cantik hari ini
dengan kerudung merah yang ia kenakan. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam
tasnya. Sebuah kotak kecil yang dibalut dengan kertas kado berwarna hijau
ditambah dengan pita merah diatasnya.
“Ne
kado dari bang Agil dx, dy titip sama mamanya sebelum dy masuk RS. Emm,,jgn
lupa dibuka ea” ujar kak Tia sambil tersenyum.
“makasih kak”
jawabku.
Kupandangi kado
cantik itu, tersenyum, terharu,
perasaanku bercampur jadi satu. Kak Tia mengelus pundakku dan tersenyum
kembali.
Setelah shalat magrib,.
Kubuka kado
mungil pemberiannya. Sebuah tasbih berwarna hijau, indah sekali. Aku terharu.
Juga ada secarik kertas didalamnya. Sebuah pesan yang ia tuliskan untukku.
Untukmu calon makmumku,.
Semoga umurnya diberkahi Allah & semoga
engkau
Slalu dalam lindungan-Nya. Jangan lupa
sholat ya,.
Rinduku
Untukmu,..
Deraian
air mata tak dapat kutahan. Bahagia bercampur duka dan rindu. Ku bersyukur
kepada Sang Maha Pencipta karna telah mempertemukanku dengan seseorang yang
baik tutur katanya dan santun akhlaknya. Seseorang yang aku impikan menjadi
imamku, tapi Engkau berkehendak lain. Semoga Engkau mempertemukan kembali hamba
dengannya di syurga Mu kelak,..
“Terimakasih kepada mu yang pernah hadir dalam hidupku,.
Membuatku tersenyum dan tertawa dengan gurauanmu,.
Membuatku terharu dengan nasehat-nasehatmu,.
Terimakasih karena engkau telah menitipkan tasbih pengobat rindu untukku,.
Kuterlelap diatas sajadah bersama air mata rindu yang kutitipkan untuknya,... “
Membuatku tersenyum dan tertawa dengan gurauanmu,.
Membuatku terharu dengan nasehat-nasehatmu,.
Terimakasih karena engkau telah menitipkan tasbih pengobat rindu untukku,.
Kuterlelap diatas sajadah bersama air mata rindu yang kutitipkan untuknya,... “
-“,.:;*__0__*;:.,”-
Kamis,
5 juni 2014
FOMIA
(Writing
Forum of Almuslim Islamic Institute Student
0 komentar:
Posting Komentar