Forum Menulis Mahasiswa Institut

Selasa, 06 Januari 2015

Rona di Takdir Cinta
         Oleh : Dian Maya Maulida


Untuk yang selalu kurindukan
Rindu
Di Tempat.

            Ketika surat ini telah sampai ditanganmu, mungkin aku sedang berada dalam perjalanan karena hari ini aku akan pergi ke Surabaya untuk bekerja disanaa karena surat lamaranku diterima beberapa minggu yang lalu. Aku ingin kamu menungguku karena ketika aku telah mengumpulkan banyak uang, aku akan kembali dan segera melamarmu. Doakan aku.

Yang selalu merindukanmu
Raizan Ramadhan

           
             


  Aku selalu membaca surat ini dan menantikan dia segera pulang. Tanpa terasa kepergiannya telah dua tahun dan aku masih tetap setia menunggunya pulang. Meski telah banyak yang datang melamarku namun aku tetap bertahan karena sebuah surat yang sudah lusuh dan selalu kubaca setiap hari. Dia adalah cinta pertamaku dan aku berharap dia  bisa menjadi cinta terakhirku yang akhirnya menjadi imamku nanti. Aku mengenalnya saat aku kehilangan sandalku dimesjid. Saat sedang sibuk mencari sandal itu, dia datang bertanya
“maaf ukhti sedang mencari apa ya? Kelihatannya engkau lagi  kebingungan”.
Mendengar pertanyaan itu, aku hanya bisa diam karena terlalu terpaku pada muka teduh itu. Aku merasa semuanya seolah berhenti bergerak dan termasuk diriku juga. Kudengar lagi suara itu mengulang pertanyaannya sekali lagi dan akupun sadar, kemudian dengan tergagap aku menjawab bahwa aku kehilangan sandalku dan tidak mungkin pulang dengan kaki telanjang. Kemudian kulihat dia tersenyum, dan sungguh senyum itu sungguh indah hingga aku tak pernah sedikitpun bisa melupakannya. Dia melepaskan sandalnya dan meletakkannya didepan kakiku.
“ukhti pakailah sandal saya ini untuk pulang”
“ jangan akhi. Kalau akhi memberikan sandal ini untuk saya, bagaimana akhi pulang nanti?” aku menolak pemberian itu, Namun dia terus memaksaku untuk memakainya dan mengatakan bahwa tak baik seorang perempuan pulang dengan bertelanjang kaki hingga akupun menerimanya sembari mengucapkan terima kasih. Lalu aku pamit dan berjalan pulang kerumahku.

******

           
“Tok, tok, tok, assalamu’alaikum” suara itu terdengar dari depan rumahku dan kemudian aku mendengar suara ibu memanggilku.
“Rindu, keluar sebentar dan lihat siapa yang datang, mungkin guru ngaji Adinda. Hari ini kan hari pertama Adinda privat ngaji di rumah”.
            “Baik bu” Jawabku sambil mengenakan jilbab dan berjalan kepintu depan. Dan sesaat, aku termenung karena sosok teduh itu yang kini sedang berdiri didepanku. Sosok yang begitu lama ada dalam pikiranku. Pemuda itu kembali mengulang salamnya dan aku menjawabnya sekalian menyuruhnya masuk dan duduk. Pemuda itupun berkata “ Saya guru ngajinya Adinda, Apa pengajiannya bisa dimulai..?? Adinda ada?” .
Aku menjawab, “ada ustazd, dia dikamar. Sebentar saya panggilkan”. Lalu aku berjalan memanggil adinda dan menemui ibu didapur.
            “Siapa tadi Rindu?” Tanya ibu padaku.
            “ Ustadznya Adinda bu..”
            Lalu kudengar Adinda sedang berbicara dengan ustadznya dan aku mendengar ustadznya menyebutkan namanya “ Raizan Ramadhan”. Semenjak hari itu, ustazd Raiz sering kerumah karena dalam seminggu tiga hari mengajarkan Adinda mengaji.


*****

            Pagi itu tepatnya hari sabtu, saat aku sedang bersantai dalam kamar sambil membaca buku, tiba-tiba terdengar ucapan salam sembari ketukan pintu. Aku kaget karena aku tau jelas  pemilik suara itu, dengan harap-harap cemas aku turun dari tempat tidur dan merapikan jilbab lalu keluar melihat siapa yang datang. Dan saat aku membuka pintu, ternyata  benar yang datang adalah laki-laki pemilik wajah teduh yang selalu aku rindukan.
 “Ustadz ada perlu apa ya? Adinda kan ga privat ngaji hari ini !!! Ustadz lupa atau ada perlu sama Adinda?”. Tanyaku memberanikan diri bertanya.
“Bukan lupa kok, maaf ya, kedatangan saya ingin mengajak dik Rindu keluar sebentar, jalan-jalan sebentar di perkampungan ini, jalan kaki saja, ada yang ingin saya bilang”
“Bo...bo..boleh ustadz “.Jawabku agak sedikit gagap karena saking bahagianya. Aku seakan sedang bermimpi dan berharap takkan pernah terbangun dalam mimpi. Oh tuhan, aku tak tau bagaimana melukiskan bahagia ini. Kami berjalan menyusui perkampungan setapak demi setapak tanpa berbicara sepatah katapun, Walau aku ingin namun rasa bahagia ini telah membuat dadaku sesak. Akhirnya kami sampai disebuah telaga yang begitu indah dan kami pun duduk disana, Kemudian disana dia baru mengatakan sesuatu yang takkan pernah bisa aku lupakan.
“ Dik Rindu, maaf mengajakmu keluar seperti ini, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan”.
“ ga pa-pa akhi, tapi apa yang ingin akhi sampaikan?”
“ Dik Rindu, saya ga tau apa yang sedang saya rasakan ini, saya hanya merasa belakangan ini dik Rindu selalu hadir dalam pikiran saya dan dalam setiap doa-doa saya. Dik Rindu jika memang ini cinta, saya ingin cinta ini datang karena allah yang akan semakin mendekatkan saya kepada Allah. Dik Rindu saya takut cinta ini malah menjauhkan saya dari Allah, jadi saya putuskan untuk mengungkapkan perasaan ini dan ingin bertanya, bersediakah Dik Rindu menjadi makmum saya?”
Aku tercengang  mendengar penuturan yang sebenarnya membuat hatiku sangat bahagia. Aku pun masih terdiam.

“ Dik Rindu.. ? kenapa diam..??”
“ Bersediakah dik Rindu menjadi pendampingan saya..?? Meski saya tak cukup baik namun saya akan berusaha menjadi imam yang baik dan mulai sekarang saya akan bekerja lebih giat lagi agar mampu melamarmu dihadapan orangtuamu “. Tambahnya Lagi.
“Akhi. Rindu mau jadi makmum untuk akhi. Rindu juga  cinta sama akhi. Rindu cinta akhi karena Allah”. Jawabku.
Setelah pertemuan itu aku tak pernah bertemu lagi dengannya dan dia sendiri gak jadi guru Adinda lagi karena katanya agar tak timbul hal yang tak diinginkan. Dan terakhir aku hanya menerima selembar surat saat dia telah pergi jauh ke Surabaya.


*****

           
“Rindu, keluar sebentar nak”.Panggil ibuku yang membuyarkan lamunanku. Setiap aku membaca surat ini, aku selalu mengingat  tentang semuanya dan semua  itu memberiku harapan untuk terus menunggunya disini meski aku telah menunggu 2 tahun lamanya.
            “Baik bu” Jawabku sambil berjalan menuju ruang tamu. Ternyata disana juga telah ada ayahku juga. Kemudian aku duduk disamping ayah.
            “ Kenapa yah, ada masalah yang perlu diomongin?” Tanyaku pada Ayah.
            “Rindu, ayah tau kamu masih menunggu Raizan hingga kamu menolak semua lamaran yang datang tapi kamu sudah nunggu 2tahun lamanya  dan dia tak pernah ada kabarnya. Ayah rasa sudah saatnya kamu melepaskan harapanmu dan mau menerima orang lain. Kamu jangan hanya terpaku pada harapan-harapan kosong anakku”. Jawabnya.
            “Tapi ayah, Rindu ga bisa” mukaku mulai keruh, aku sudah sangat bosan mendengarnya karena belakangan ini ayah dan ibu sangat sering membicarakan ini.
            “ Lagian kan Rindu baru lulus tahun kemarin ayah,  Rindu belum dapat kerjapun. Rugi ilmu dokter yang sudah Rindu pelajari tapi ga jadi manfaat buat orang lain” lanjutku  menyakini ayah.
            “Mmm.... Iya nak Ayah Ngerti,, Cuma Ayah mau melihat kamu menikah sebelum ayah meninggal Rindu, ayah sangat berharap sama kamu. Ayah mau kamu menikah dengan orang yang baik”. Imbuhnya Lagi.
            “Ta... ta..tapi yah..” Jawabku ingin membantah.
            “Rindu cobalah buka hati kamu untuk orang lain, sekarang ada yang melamar kamu, ayah sangat suka pada pemuda ini, ayah sangat berharap kamu bisa bersamanya. Kamu mau kan Rindu..??? Hanya ini harapan ayah nak”.
            Aku sudah menangis saat mendengar harapan ayah ini namun aku  tak mungkin bisa menolaknya tapi bagaimana dengan harapanku yang telah kutunggu 2 tahun ini? Tapi mungkinkan aku harus melepaskan harapaanku demi ayah. Kemudian akupun memutuskan untuk menerima tawaran ayah.
            “Iya ayah. Rindu bersedia. Semoga semua ini bisa jadi yang terbaik dan mampu membahagiakan ayah yaaa. Rindu lakuin ini demi ayah. Rindu sayang  sama ayah”.


*****

           
Hari ini harusnya menjadi hari yang membahagiakan karena hari ini adalah pertunanganku tapi rasanya aku masih berharap bahwa Raizan yang jadi pendampingku. Aku tak tau apakah berdosa aku karena saat aku sudah bertunangan seperti ini namun masih memikirkan laki-laki lain. Sejujurnya, aku masih sangat mengharapkan. Dalam setiap mimpi-mimpiku dan doa-doaku masih selalu kusebutkan namanya. Bayangannya tak pernah mampu kutepis dalam benakku, namun saat kusadari jika kini aku telah bertunangan dengan orang lain, aku hanya bisa berharap ini semua hanya sebatas mimpi dan aku ingin segera terbangun dari mimpi ini tapi kenyataannya ini semua bukan mimpi.
            Sekarang sudah lewat seminggu dari hari pertunanganku. Ketika aku sedang membaca buku diruang tamu, tiba-tiba kudengar sebuah suara memberikan salam dari luar. Aku mengenali suara itu tapi mungkinkah dia? Kukatakan pada hatiku bahwa itu pasti bukan dia. Kulangkahkan kaki menuju pintu dan perlahan kubuka pintu dan betapa kangetnya aku ketika kulihat yang datang adalah sosok berwajah teduh yang selalu aku harapkan.
            Ketika dia melihatku diam saja, kembali dia mengulang salamnya.
            “Assalamua’laikum ya ukhti Rindu”
            “ Wa’alaikum salam ya akhi. Kapan kembali? Ayo silahkanmasuk”. Jawabku.
            “Ukhti Rindu, saya ingin berbicara, maukah  Rindu ikut saya ketempat 2 tahun yang lalu..???”. Pintanya
            “Baiklah akhi, saya juga ada hal yang ingin saya sampaikan kepada akhi”
            Kami berjalan menuju telaga itu dan dalam perjalanan kesana, masih seperti 2 tahun yang lalu, melalui jalan setapak ini dengan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Yang berbeda, kini aku tak bisa bahagia seperti dulu, hatiku sangat kecewa karena dia baru datang sekarang bukan datang ketika aku masih mengharapkannya dan belum bertunangan. Aku merasakan hatiku sangat sesak tapi bukan oleh kebahagiaan seperti 2 tahun lalu tapi sesak karena kecewa ini. Aku ingin  menangis menyadari ini semua.
            Sesampainya kami ditelaga, kami duduk ditempat yang dulu ketika kami datang 2 tahun lalu. Tak ada yang berubah dari telaga ini meski telah beranjak 2 tahun. Kemudian Raiz pun memulai berbicara.
            “ Rindu yang selalu kurindukan, maaf membuatmu terlalu lama menunggu dan maaf juga untukmu karena saya tak pernah memberi kabar selama ini. Saya bekerja selama 6 bulan disebuah perusahaan di Surabaya dan setelah merasa gajinya  cukup untuk modal usaha, saya membuka usaha sendiri karena saya berpikir untuk segera sukses dan bisa langsung melamarmu. Tapi ternyata, saya  salah, usaha saya gagal karena saya dibohongi oleh kawan yang saya percaya. Dia membawa lari modal usaha saya. Saat itu saya berputus asa dan hampir berpikir  untuk menyerah namun saya ingat Allah dan saya ingat kamu ukhti Rindu yang selalu saya rindukan. Akhirnya saya bangkit lagi dan sekarang saya Alhamdulillah telah sukses. Saya sekarang telah siap untuk melamarmu, masih bersedia dik Rindu menjadi makmum saya? Tanya Raizan dengan penuh harap”.
            Mendengar penuturannya itu aku sudah menangis, melihat itu Raizan bingung dan gak tau harus lakuin apa. Dan dibalik isak tangis itu, aku memberi jawaban untuk semua kebingungan Raizan mengapa aku menangis.
            “ Sebetulnya aku ingin sekali menerimanya karena ini harusnya menjadi akhir untuk penantian panjang saya selama ini. Tapi saya tidak bisa akhi. Saya tidak bisa menerima akhi sekarang” Tangisku makin pecah
            “ Tapi kenapa dik Rindu ??”.Muka Raizan berusaha sedih sekaligus penasaran.
            Kemudian aku menceritakan semuanya dari semua penantianku dan akhirnya pertunangan dan 2 minggu lagi pesta pernikahanku dengan Akhi Ziddan. Aku kemudian menyerahkan undangan pestaku kepadanya. “Ini undanganku, aku harap akhi bisa datang yaa”.
            Raizan tak menjawab sepatah katapun dan didalamnya sepi ini aku memilih pergi dan meninggalkannya sendiri.
            Aku melangkah pulang menapaki setapak demi setapak jalan ini. Pulang dengan takdir yang tak memihak cintaku. Aku ingin berteriak mengatakan pada tuhan bahwa aku terluka untuk takdir ini namun aku percaya bahwa tuhan terlalu menyayangiku hingga menuliskan takdir tak seperti yang aku harapkan. Aku percaya tuhan meridhai setiap langkah ini karena dalam hidup yang kuharapkan adalah kebahagian orangtuaku dan keridhaan tuhan dalam naungan setiap tapak jalan ini. Bantu aku tuhan. Beri aku ketabahan untuk melewati ini semua.
           






Biodata Penulis :
 
Nama                  : Dian Maya Maulida
Alamat                : Matangglumpangdua Meunasah Timu
Pekerjaan            : Mahasiswi Institut Agama Islam Almuslim
      Bireuen-Aceh
Fakultas/Jurusan : Perbankan Syariah
Facebook             : Dian Maya Maulida
Twitter                 : @Mayamualidaa.
Email                   : dianmayamaulida@gmail.com






0 komentar:

Posting Komentar