Forum Menulis Mahasiswa Institut

Kamis, 29 September 2016

Filsafat Mendengar

Teguh Saputra



Mendengarkan seseorang sama dengan kita telah menghomati, menghargai, dan bahkan kita telah menganggap orang itu ada. Maka dengan itu penulis mengangkat judul filsafat mendengar ini, dengan alasan.
kebanyakan orang di sekitar kita yang tidak mau lagi mendengarkan orang yang sedang berbicara, seharusnya kita yang mendengarkan orang lain terlebih dahulu jangan langsung memotong pembicaraannya begitu saja. Oleh sebab itulah penulis mengangkat judul ini.
Bagi penulis sendiri, judul ini sangat menarik untuk kita bahas. Dan kita kaji bersama-sama pembahasan yang bersangkutan dengan mendengar. Karena melalui mendengar itu kita mendapatkan ilmu, dan dapat menarik sesuatu kesimpulan.
Oleh sebab itu sekarang marilah kita jadikan diri kita menjadi orang yang mau mendengarkan orang lain terlebih dahulu, karena pada diri kita Allah telah memberikan dua Telinga dengan satu mulut.


Mendengarkan seseorang yang sedang berbicara atau yang sedang menyampaikan sesuatu itu hukumnya wajib. Malahan, penulis telah mewajibkan mendengar itu pada diri penulis sendiri sebelum penulis menyuruh orang lain.
 Terlebih-lebih seseorang yang sedang berbicara itu didepan kita. Baik itu anak kecil, orang dewasa, terlebih-lebihnya orang tua. Kita tidak boleh menilai seseorang itu hanya dengan penampila-nya luar-nya saja.
 Tapi, cobalah kita menilai seseorang itu dengan apa yang ia sampaikan. Karena ilmunya seseorang itu dapat diketahui di saat seseorang berbicara, dan dari cara penyampaian sesuatu. Dan bahkan dari karya-karyanya seseorang.
            Cobalah kita semua sama-sama berpikir sejenak, atau merenungkan sesuatu, misalnya : kita yang sedang berbicara di depan tidak didengarkan apa yang sedang kita sampaikan saat itu”. Bagaimanakah perasaan kita??. 
Tersinggung kan???.
 Nah, begitu juga dengan orang lain. Merasakan hal yang sama juga dengan apa yang kita rasakan.
Orang yang sedang berbicara didepan kita misalnya, tapi kita tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan atau apa yang sedang ia sampaikan. Malahan kita asik dengan urusan kita sendiri, atau asik berbicara dengan orang lain. Daripada mendengarkan orang yang sedang menyampaikan didepan kita.
Orang itu juga tersinggung, karena capek-capek dia berbicara. Tapi kita tidak mendengarkan-nya, berarti kita sama saja tidak menganggap orang itu ada.
Cuma saja. Orang tersebut tidak mengatakan kepada kita dengan secara langsung atau dengan kata-kata, akan tetapi. Kebanyakan orang mengatakan sesuatu dengan gerakan tubuhnya. Dan ada juga yang melalui mimik wajah-nya, matanya. Dan lain sebagainya. Itu perlu kita perhatikan sama-sama agar kita bisa menghargai orang yang sedang berbicara di depan kita.


Malahan ada yang lebih parah lagi daripada itu. Entah kenapa, sedikit sekali orang yang mau mendengarkan orang lain yang sedang berbicara. Malahan langsung memotong pembicaraan orang lain dengan begitu saja supaya orang tersebut cepat-cepat menyudahi pembicaraan-nya.
Cobalah kita bandingkan sendiri. Berapa banyakkah orang yang mau mendengarkan seseorang yang sedang menyampaikan sesuatu dan berapa banyakkah orang yang tidak mau mendengarkan orang lain yang sedang berbicara.
Seharusnya, kita mendengarkan orang itu terlebih dahulu jangan langsung memotong pembicaraan-nya dengan begitu saja, tanpa ada “Etika” sedikit pun. Karena kita ini memiliki dua Telinga. Dengan satu Mulut. Bukan satu Telingan dengan dua Mulut.
            Sekarang kita wajibkan atas diri kita masing-masing mendengarkan orang lain terlebih dahulu, jangan banyak bertanya dan banyak berbicara. Sebelum seseorang meminta pendapat dari kita. Banyak-banyaklah mendengarkan. Karena dengan mendengar itu kita bisa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan dan dapat menarik satu kesimpulan.
Karena pada diri kita ini Allah telah menganugerahkan dua Telinga dengan satu Mulut. Bukan dua Mulut dengan satu Telinga. Tapi dua Telinga dengan satu Mulut.
            

Dengan kedua Telinga dan satu Mulut. Maka kita di tuntut untuk  lebih banyak mendengarkan sesuatu dari pada banyak bertanya dan banyak berbicara. Mendengarkan sesuatu itu harus di sertai dengan bijak, seperti halnya  sebuah timbangan yang tidak pernah memihak.
karena kita memiliki dua Telinga. Bukan berarti kita tidak boleh bertanya dan tidak boleh berbicara.
Akan tetapi, cobalah kita sama-sama berfikir tentang apa yang akan kita tanyakan, dan tentang apa yang akan kita berbicarakan. Misalnya; “pertanyaan apa yang akan kita tanyakan, Apa pertanyaan tentang suatu persoalan atau suatu masalah. Dan dengan pertanyaan kita tersebut dapat menyelesaikan masalah atau persoalan pribadi kita, dan bahkan dapat menyelesaikan masalah orang lain. Kalau dengan pertanyaan kita tersebut dapat menyelesaikan masalah kita atau masalah orang lain. Itu dibolehkan dan malah sangat di anjurkan dalam Agama Islam.
Tapi kalau sebalik-nya. Lebih baik kita diam saja.
Karena diam pun bernilai Emas daripada berbicara yang tidak ada manfaatnya. Malah menimbulkan keributan dan percek-cokan di antara sesama. Dan ada yang sampek adik kakak putus tali Silahturahmi-nya Cuma dengan gara-gara memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Inilah yang menjadi tolok ukur bagi kita semua.
            Ada pepatah Arab yang mengatakan; “Lidah itu lebih tajam daripada  Pedang”. Maka sekarang marilah kita sama-sama menyimpulkan dari kata pepatah Arab tersebut. Dengan Lidah yang kita punya itu dua kemungkinan yang pasti akan terjadi, dan yang kebanyakan-nya yang sering terjadi adalah Mudharat dan Malapetaka bagi si pemilik Lidah tersebut.
Salah satunya adalah suka mengupat dan mengghibahi (makan daging saudaranya sendiri).
Yang sebenarnya, Ghibah adalah Engkau yang membicara AIB (yang dimiliki oleh saudaramu) yang Allah telah menutupinya (sehingga tidak di ketahui oleh orang lain).
Kebanyakan mudharat dan malapetaka yang timbul itu disebabkan oleh mulut seseorang, dan bahkan amal seseorang aja bisa ludes (hilang) Cuma dengan gara-gara berbicara yang salah kaprah (berbicara seenaknya saja tanpa berfikir telebih dahulu).
Salah satu contoh berbicara yang salah kaprah: “kita pernah memberikan sesuatu kepada seseorang, apapun itu. Tetapi kita selalu mengungkit-ngungkit apa yang telah kita berikan itu. Sehingga orang tersebut tersinggung pada saat mendengarnya baik orang itu mendengar dari kita sendiri, maupun dari orang lain.”
Sehingga nilai sedekah yang telah kita berikan itu hilang dengan begitu saja tanpa kita sadari sedikit pun dikarenakan kita selalu mengungkit-ngungkit hal tersebut.
            Allah juga telah menciptakan Mulut kita itu di depan, bukan di belakang. Maka janganlah kita berbicara di belakang dengan seenaknya saja, karena Allah menciptakan Mulut kita itu di depan.
Dan Mulut yang kita memiliki ini memiliki dua pagar.
Pagar petama Gigi.
Dan pagar yang kedua adalah Bibir. Tapi tetap saja Lidah dan Lisan lolos berbicara tanpa sensor.
Dan Abu Darda juga pernah mengatakan “penuhilah hak telingamu dari mulut, sebab. Engkau diberi dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara”.
Sedikit tambahan dari penulis sendiri, karena kita ini memiliki dua telinga dan satu mulut. Bukan dua mulut dengan satu telinga.

            Sekarang mari sama-sama kita intropeksi diri kita masing-masing, sebelum kita mencari kekurangan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar