Teguh Saputra
Mendengarkan
seseorang sama dengan kita telah menghomati, menghargai, dan bahkan kita telah
menganggap orang itu ada. Maka dengan itu penulis mengangkat judul filsafat
mendengar ini, dengan alasan.
kebanyakan
orang di sekitar kita yang tidak mau lagi mendengarkan orang yang sedang
berbicara, seharusnya kita yang mendengarkan orang lain terlebih dahulu jangan
langsung memotong pembicaraannya begitu saja. Oleh sebab itulah penulis
mengangkat judul ini.
Bagi
penulis sendiri, judul ini sangat menarik untuk kita bahas. Dan kita kaji
bersama-sama pembahasan yang bersangkutan dengan mendengar. Karena melalui
mendengar itu kita mendapatkan ilmu, dan dapat menarik sesuatu kesimpulan.
Oleh
sebab itu sekarang marilah kita jadikan diri kita menjadi orang yang mau
mendengarkan orang lain terlebih dahulu, karena pada diri kita Allah telah
memberikan dua Telinga dengan satu mulut.
Mendengarkan
seseorang yang sedang berbicara atau yang sedang menyampaikan sesuatu itu
hukumnya wajib. Malahan, penulis telah mewajibkan mendengar itu pada diri
penulis sendiri sebelum penulis menyuruh orang lain.
Terlebih-lebih seseorang yang sedang berbicara
itu didepan kita. Baik itu anak kecil, orang dewasa, terlebih-lebihnya orang
tua. Kita tidak boleh menilai seseorang itu hanya dengan penampila-nya luar-nya
saja.
Tapi, cobalah kita menilai seseorang itu
dengan apa yang ia sampaikan. Karena ilmunya seseorang itu dapat diketahui di saat seseorang berbicara,
dan dari cara penyampaian sesuatu. Dan bahkan dari karya-karyanya seseorang.
Cobalah kita semua
sama-sama berpikir sejenak, atau merenungkan sesuatu, misalnya : “kita yang sedang berbicara di depan tidak
didengarkan apa yang sedang kita sampaikan saat itu”. Bagaimanakah perasaan kita??.
Tersinggung
kan???.
Nah, begitu juga dengan orang lain. Merasakan
hal yang sama juga dengan apa yang kita rasakan.
Orang yang sedang
berbicara didepan kita misalnya, tapi kita tidak mendengarkan apa yang sedang
dibicarakan atau apa yang sedang ia sampaikan. Malahan kita asik dengan urusan
kita sendiri, atau asik berbicara dengan orang lain. Daripada mendengarkan
orang yang sedang menyampaikan didepan kita.
Orang
itu juga tersinggung, karena capek-capek dia berbicara. Tapi kita tidak
mendengarkan-nya, berarti kita sama saja tidak menganggap orang itu ada.
Cuma
saja. Orang tersebut tidak mengatakan kepada kita dengan secara langsung atau
dengan kata-kata, akan tetapi. Kebanyakan orang mengatakan sesuatu dengan
gerakan tubuhnya. Dan ada juga yang melalui mimik wajah-nya, matanya. Dan lain
sebagainya. Itu perlu kita perhatikan sama-sama agar kita bisa menghargai orang
yang sedang berbicara di depan kita.
Malahan
ada yang lebih parah lagi daripada itu. Entah kenapa, sedikit sekali orang yang
mau mendengarkan orang lain yang sedang berbicara. Malahan langsung memotong
pembicaraan orang lain dengan begitu saja supaya orang tersebut cepat-cepat
menyudahi pembicaraan-nya.
Cobalah
kita bandingkan sendiri. Berapa banyakkah orang yang mau mendengarkan seseorang
yang sedang menyampaikan sesuatu dan berapa banyakkah orang yang tidak mau
mendengarkan orang lain yang sedang berbicara.
Seharusnya,
kita mendengarkan orang itu terlebih dahulu jangan langsung memotong
pembicaraan-nya dengan begitu saja, tanpa ada “Etika” sedikit pun.
Karena kita ini memiliki dua Telinga. Dengan satu Mulut. Bukan satu Telingan
dengan dua Mulut.
Sekarang kita wajibkan atas diri
kita masing-masing mendengarkan orang lain terlebih dahulu, jangan banyak
bertanya dan banyak berbicara. Sebelum seseorang meminta pendapat dari kita.
Banyak-banyaklah mendengarkan. Karena dengan mendengar itu kita bisa
mendapatkan banyak ilmu pengetahuan dan dapat menarik satu kesimpulan.
Karena pada diri kita ini Allah telah menganugerahkan dua
Telinga dengan satu Mulut. Bukan dua
Mulut dengan satu Telinga. Tapi dua Telinga dengan satu Mulut.
Dengan kedua Telinga dan satu Mulut.
Maka kita di tuntut untuk lebih banyak
mendengarkan sesuatu dari pada banyak bertanya dan banyak berbicara.
Mendengarkan sesuatu itu harus di sertai dengan bijak, seperti halnya sebuah timbangan yang tidak pernah memihak.
karena
kita memiliki dua Telinga. Bukan berarti kita tidak boleh bertanya dan tidak
boleh berbicara.
Akan
tetapi, cobalah kita sama-sama berfikir tentang apa yang akan kita tanyakan,
dan tentang apa yang akan kita berbicarakan. Misalnya; “pertanyaan apa yang
akan kita tanyakan, Apa pertanyaan tentang suatu persoalan atau suatu masalah.” Dan dengan
pertanyaan kita tersebut dapat menyelesaikan masalah atau persoalan pribadi
kita, dan bahkan dapat menyelesaikan masalah orang lain. Kalau dengan pertanyaan kita tersebut dapat
menyelesaikan masalah kita atau masalah orang lain. Itu dibolehkan dan malah
sangat di anjurkan dalam Agama Islam.
Tapi
kalau sebalik-nya. Lebih baik kita diam saja.
Karena
diam pun bernilai Emas daripada berbicara yang tidak ada manfaatnya. Malah menimbulkan keributan dan percek-cokan
di antara sesama. Dan ada yang sampek adik kakak putus tali Silahturahmi-nya
Cuma dengan gara-gara memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Inilah yang
menjadi tolok ukur bagi kita semua.
Ada pepatah Arab yang
mengatakan; “Lidah itu lebih tajam
daripada Pedang”. Maka sekarang marilah kita sama-sama
menyimpulkan dari kata pepatah Arab tersebut. Dengan Lidah yang kita punya itu dua kemungkinan yang pasti akan terjadi, dan yang
kebanyakan-nya yang sering terjadi adalah Mudharat dan Malapetaka bagi si
pemilik Lidah tersebut.
Salah
satunya adalah suka mengupat dan mengghibahi (makan daging saudaranya
sendiri).
Yang
sebenarnya, Ghibah adalah Engkau yang membicara AIB (yang dimiliki oleh
saudaramu) yang Allah telah menutupinya (sehingga tidak di ketahui oleh orang
lain).
Kebanyakan
mudharat dan malapetaka yang timbul itu disebabkan oleh mulut seseorang, dan
bahkan amal seseorang aja bisa ludes (hilang) Cuma dengan gara-gara berbicara
yang salah kaprah (berbicara seenaknya saja tanpa berfikir telebih dahulu).
Salah satu contoh berbicara
yang salah kaprah: “kita pernah memberikan sesuatu kepada
seseorang, apapun itu. Tetapi kita selalu mengungkit-ngungkit apa yang telah
kita berikan itu. Sehingga orang tersebut tersinggung pada saat mendengarnya baik
orang itu mendengar dari kita sendiri, maupun dari orang lain.”
Sehingga
nilai sedekah yang telah kita berikan itu hilang dengan begitu saja tanpa kita
sadari sedikit pun dikarenakan kita selalu mengungkit-ngungkit hal tersebut.
Allah juga telah menciptakan Mulut
kita itu di depan, bukan di belakang. Maka janganlah kita berbicara di belakang
dengan seenaknya saja, karena Allah menciptakan Mulut kita itu di depan.
Dan
Mulut yang kita memiliki
ini memiliki dua pagar.
Pagar petama Gigi.
Dan pagar yang kedua adalah Bibir. Tapi tetap saja Lidah dan
Lisan lolos berbicara tanpa sensor.
Dan
Abu Darda juga pernah mengatakan “penuhilah hak telingamu dari mulut, sebab.
Engkau diberi dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak mendengar daripada
banyak berbicara”.
Sedikit
tambahan dari penulis sendiri, karena kita ini memiliki dua telinga dan satu
mulut. Bukan dua mulut dengan satu telinga.
Sekarang mari sama-sama
kita intropeksi diri kita masing-masing, sebelum kita mencari kekurangan orang
lain.
0 komentar:
Posting Komentar