Forum Menulis Mahasiswa Institut

Selasa, 06 Januari 2015

Hujanku Kembali
Oleh : Ira Maulida

                “Ra,.yok main” ajak zaki, sahabat kecilku sedikit berteriak. Sahabat yang baik, yang tak pernah lupa mengajakku main ketika hujan mulai turun membasahi bumi yang kering. Aku suka hidungnya yang mancung dan lesung pipinya yang dalam. Ia berdiri di bawah guyuran hujan yang cukup deras dengan membawa 2 perahu yang ia buat dari pelepah pisang.  Ku singkap gorden jendela ruang tamu, ia melambaikan tangan kearahku, memperlihatkan perahu yang telah ia buat serta menyuruhku untuk segera keluar menemuinya. Segera aku berlari kecil keluar rumah. Ia tersenyum melihat kedatanganku, lesung pipinya terlihat jelas.
                “Selamat ulang tahun. ucapnya sambil memberikanku perahu kecil buatannya. Kado pertama yang ia berikan untukku.
                Hehehe,.makasih”jawabku senang.
                Lalu kami bermain, bercanda, tertawa dan menari bersama dibawah rintikan hujan yang deras.
                Aku dan Zaki punya hobi yang sama, kami sama-sama suka bermain hujan. Saat itu, usiaku 12 tahun. meski usianya terpaut 2 tahun lebih tua dariku,.tapi, ia tetap setia menemaniku bermain bersama.  Setiap kami lihat langit mulai mendung, kami selalu punya doa yang sama
                “ ya Allah, semoga hujan tapi jangan ada petir biar kami bisa main,.Aamiin.
                 hobi itu masih terus berlanjut sampai aku duduk di bangku SMP.
                Saat beranjak SMA, ada sesuatu yang berbeda. Kami tak lagi bermain di bawah guyuran hujan. Tak ada lagi perahu dari pelepah pisang. Ia sibuk dengan segala tugas dan kegiatan organisasinya. Hanya sesekali ketika hari libur kami duduk bersama di bawah pohon rindang dekat rumahnya. Disana biasanya kami menghabiskan waktu bersama dengan bermain puzzel. Tapi ada satu hal yang tak ku mengerti, aku selalu kesal saat ia bercerita tentang teman yang sedang dekat dengannya, seakan tak rela jika perhatiannya dibagi kepada orang lain.
__o__

             
   Seperti biasa, sore adalah waktu yang tepat untuk bersantai. Dan di bawah pohon itu adalah tempat yang tepat jika ditemani secangkir teh hangat.
                “Langit mulai mendung, semoga sebentar lagi hujan.” aku berharap.
                Ku berniat memanggil  Zaki tuk menemaniku. Tapi, kuurungkan niatku karna mungkin ia sedang sibuk dengan tugasnya. Tak lama terdengar seseorang membuka pintu. Langkah kakinya makin lama makin terdengar jelas. Dan kini ia berdiri tepat didepanku, lalu tersenyum. senyuman yang tak pernah lupa ia berikan setiap kali berjumpa denganku. Tangannya menyembunyikan sesuatu.
                Ini buat sahabatku zara,.” Katanya sambil memberiku gelang berwarna hijau. Ada namanya terukir indah disana.
                Yang warna biru mana.” tanyaku.
                Tapi ia tak menjawab, ia terdiam menatapku lama sambil tersenyum.
                                                                                                                                                                                “hallo,.”panggilku sambil melambaikan tangan di depan wajahnya, membuatnya terbangun dari lamunan, tertawa kecil kemudian menggaruk-garuk kepala.
                “hehe,.aneh”bisikku dalam hati.
                Lalu ia memperlihatkan gelang yang melingkar ditangan kirinya, warnanya biru dan ada namaku disana, tapi ada tulisan lain setelahnya dan aku tak dapat membaca dengan jelas karna ukirannya terlalu kecil.
                Gerimis mulai turun. Dedaunan pun mulai basah. Anak-anak  berlari riang, sama seperti aku dan Zaki dulu. Kami tersenyum dan tertawa memerhatikan mereka. Saat itu, semuanya baik-baik saja. Tapi tak lama, Zaki tak lagi tersenyum wajahnya mulai murung,  setelah ia bilang bahwa mereka sekeluarga akan pindah karna tugas ayahnya. Dan dia belum tau akan pindah kemana dan akan berapa lama. Sejenak ia terdiam.
                “Ra, mungkin nanti hujan akan terasa berbeda karna kita mungkin akan berpisah untuk beberapa waktu yang aku sendiri belum tau sampai kapan, mudah-mudahan gak lama.,. Emm,.aku pasti bakalan rindu banget sama sahabatku,.tapi entah sahabatku juga akan rindu  sama aku ?.” ucapnya  sambil tertawa mencoba menyembunyikan kesedihannya.
                Aku ikut tertawa, namun kulihat guratan sedih di wajahnya. matanya berkaca-kaca dan mungkin ia pun melihat hal yang sama.
__O__

2 tahun berlalu,.
                Aku masih senang menghabiskan waktu soreku dibawah pohon rindang itu. Walau ia tak ada di sana. Dalam kesendirianku, kupandangi langit yang berwarna keemasan bias cahaya matahari, awan tampak menggumpal bak busa sabun. Perlahan ia berubah menjadi warna merah muda bercampur abu-abu. Di ufuk barat masih tampak sedikit cahaya matahari mengucapkan selamat tinggal disambut gelapnya langit malam.
                Subhanallah,.indah.” bisikku dalam hati.
                Namun, tak seindah suasana hatiku saat ini. Aku masih merindukannya, sahabatku atau bahkan lebih dari itu. Sampai saat ini tak ada kabar darinya, bahkan aku pun tak tau dimana keberadaannya sekarang. Tak sadar butiran bening yang hangat kembali mengalir membasahi pipiku. Kupandangi gelang cantik pemberiannya  “gelang persahabatan” katanya. Gelang yang tak pernah kulepas sejak pertama ia memberikannya kepadaku. Mungkin hanya ini yang bisa mengobati sedikit kerinduanku kepadanya.
Ya Allah dimanapun ia berada, tolong jaga dia untukku.”, aku memohon.
__O__
4 tahun setelah itu . . .
                Pagi pertama dibulan september. Saat-saat yang tak pernah kulupakan. Ketika aku menangisi kepergiannya di awal bulan ini, 4 tahun yang lalu. Hari tak begitu cerah. Mentari pagi tak sehangat biasanya, sama ketika ia pergi waktu itu. Sinar matahari yang menyilaukan mata tak tampak hari ini, hanya secercah cahaya yang terlihat di ufuk timur.
                Rumah itu masih kosong setelah sekian lama ditinggal pemiliknya, belum ada yang menempatinya tuk dijadikan tempat berlindung. Kupandangi pohon rindang itu, daunnya yang kering berguguran, beterbangan memenuhi halaman luas yang tak terawat. Dulu pohonnya tak setinggi itu. aku masih bisa meraih daunnya dengan tangan mungilku.
                Sekilas bayangan  masa lalu menari-nari dipelupuk mataku. Di halaman nan luas itu ketika air hujan mulai menggenanginya. kami para bocah bersorak riang, bermain, tertawa, bernyanyi dan menari bersama. Musim hujan adalah musim yang spesial bagi kami.
                Hujan memang terasa berbeda tanpamu,..heemmm,..” ku menghela nafas.
                Besok lebaran ke-4 tanpanya. dan aku sudah mulai terbiasa.
__O__

                Malam yang indah. Suara takbir menggema dimana-mana mengagungkan Asma-Nya. Suara muazzin di mesjid kami begitu merdu, tapi terdengar asing. Mungkin ustad yang diundang untuk menyemarakkan malam takbiran. Ia mengumandangkan takbir berkali-kali diikuti suara anak-anak lelaki yang ikut bertakbir bersamanya.
                “Allahu akbar,,Allahu akbar,,Allahu akbar,,laailahaillaallahu Allahu akbar,,Allahu akbar walillahilhamd.” alunan yang begitu indah, menggetarkan setiap hati yang mendengarnya.
                Para bocah mulai keluar dari rumah mereka bersorak riang gembira ikut mengumandangkan takbir ala mereka. Para bocah perempuan sibuk membakar lilin dan menjejerkannya dipagar rumah. Aku tersenyum. Rumah yang tak berpenghuni itu, malam ini tampak terang. diterangi cahaya lilin yang dijejerkan dipagarnya. Dulu aku dan sahabatku pun melakukan hal yang sama.
                Di suatu tempat entah dimana, engkau juga pasti sedang mengumandangkan takbir,.apa kabarmu sahabat,.aku rindu,.” lirihku memandangi gelang yang melingkar ditanganku.
                “Ra,.sini nak !!”suara ayah mengejutkanku dari lamunan.
                Segera aku bergegas menemuinya. Di ruang tamu ayah dan mama telah menungguku. sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan. Keduanya nampak serius. Ayah menatapku lama, aku kenal tatapan itu. Terakhir kali aku melihatnya ketika ayah membicarakan soal perjodohan. Namun, aku menolak karna masih kuliah. Dan kali ini masalah apa lagi. kucoba menerka-nerka. Sesaat aku merasa seperti di ruang sidang skripsi yang baru kulewati sebulan yang lalu. Namun, senyuman mama membuatku merasa lebih nyaman.
                Da apa ma,.kok keknya serius kali” tanya ku membuka pembicaraan.
                 Mama tak menjawab, ia menoleh kearah ayah mengisyaratkan agar ayah menjelaskan semuanya. Dan ayah menghela nafas panjang.
                “Insyaallah ini waktu yang tepat, mengingat kuliahmu juga akan selesai sebulan lagi.” Kata ayah dan sederet penjelasannya yang panjang lebar.
                dan akhirnya hanya ada 1 pertanyaan yang keluar dari tutur ayahku,
                ” Apa zara sudah punya calon pendamping ?” tanya ayah.
                “Deg.,. !!!” pertanyaan ayah sontak membuat jantungku seakan berhenti berdetak. Ini untuk yang kedua kalinya, pertanyaan yang tak kuharapkan. Pertanyaan yang tak ingin kudengar untuk saat ini, karna aku masih menanti seseorang. Seseorang yang kuharapkan walau sekarang aku tak tau dimana keberadaannya.
                Aku harus jawab apa lagi” ku bertanya dalam hati.
                Walau memang ada beberapa teman yang sedang dekat denganku, tapi cintaku telah dibawa pergi olehnya, yang telah pergi beberapa tahun yang lalu.
                Kucoba merangkai kata, agar tak menyakiti hati orang tuaku. karna dulu aku pernah menolak pilihan mereka. Kutarik nafas panjang.
                Belum yah,.tapi bukankah terlalu cepat yah memikirkan hal itu. kerjapun zara belum punya. jawabku pelan.
                Akhirnya ayah tersenyum mendengar jawabanku, mama pun begitu. Sepertinya mereka senang mendengarnya.
                “Alhamdulillah kalau begitu, kami sudah punya calon buat zara, yang insyaallah sholeh, baik dan bisa membimbing zara dunia akhirat. Kami mohon zara bisa mempertimbangkannya” jelas ayah.
                “ Deg,!!!”. lagi, seakan jantungku berhenti berdetak. Kupandangi kedua orang tuaku, mata mereka berbinar dan senyuman keduanya mengisyaratkan agar aku menerima pilihan mereka.
                Tak tau berapa lama aku terdiam, bahkan aku tak tau harus senang atau bersedih. Aku tak ingin melukai perasaan mereka untuk yang kedua kalinya. Kucoba tuk tersenyum walau terasa berat sekali.
                Sholat istikharah nak, dia akan datang ketika hari wisuda” mama bicara setengah berbisik.
­­__O__

                Pagi yang cerah. Kicauan burung saling bersahutan. Suara takbir pun masih terdengar dimana-mana. Suara ayah terdengar jelas mengikuti alunan takbir yang indah. Kutenangkan pikiran dan mencoba memantapkan hati pada pilihan orangtuaku setelah kutunaikan sholat istikharah semalam.
                “Seharusnya ku melakukan ini sejak dulu, berhenti berharap pada sesuatu yang tak jelas.,” gumamku dalam hati.
                Lalu kutemui ayah dan kuutarakan keputusanku untuk menerima pilihan mereka. Ayah memelukku dan berkali-kali mengucapkan syukur.  Ayah bilang kalau memang cocok beberapa minggu setelah wisuda akan dilangsungkan acara pertunangan. Betapa bahagianya ia dengan segala rencana yang telah disusun untuk putri semata wayangnya. Akumenangis dalam pelukannya. Senang melihatnya bahagia walau ada sedikit luka dihati kecilku.
__O__


Lebaran ke-2,..
                Sinar matahari amat terik siang ini. Melelehkan ice cream yang baru kubuka beberapa menit yang lalu. Burung pun tak terlihat beterbangan. mungkin mereka juga sedang beristirahat dibawah pepohonan yang rindang melindungi diri dari sengatan matahari.
                Diteras rumah diatas kursi rotan kududuk santai menghabiskan ice cream yang mulai mencair. Ditemani si jelek yang memutarkan lagu kesukaanku. Lalu..
                Seseorang berhenti didepan pagar rumahku. Aku terdiam. Tapi, ia tersenyum melihatku. Kemudian ia masuk dan duduk disampingku. Aku masih terdiam. Jantungku berdegub kencang, tak tau apa yang harus aku katakan. Lesung pipinya masih terlihat ketika ia tersenyum. Rambutnya  juga sudah dipangkas rapi. Ia nampak tampan dengan baju koko berwarna coklat muda. Tapi matanya berkaca-kaca, sama ketika ia ingin pergi dulu.
                Apa kabar ?” tanyanya.
Ku tersenyum, akhirnya ku dengar kembali suaranya. Seseorang yang mulai kucoba untuk lupakan. Namun, ia kembali hadir membawa sejuta kenangan. Tak banyak yang berubah darinya. Semua masih sama seperti dulu. Ia masih tetap seorang yang humoris. Hanya saja sekarang ia terlihat lebih dewasa.
                Ia bercerita panjang lebar siang itu. Namun, sayangnya ia tak bisa menetap lama, 2 hari lagi ia harus kembali ke Malaysia. Ku memohon agar ia bisa hadir ketika acara wisuda, tapi ia tidak janji karna masih banyak tugas yang belum ia selesaikan.
                Tenang aja ra, kalau kita jodoh nanti pasti jumpa lagi. emm aku rindu sama kamu ra”ujarnya sambil menatapku sembari  tersenyum tulus lalu menunduk.
                Ku menatapnya. mataku mulai berkaca-kaca. Lalu kubuang pandanganku jauh menerawang angkasa.
                Zaki,.”panggilku.
                ia menoleh dan tersenyum. kutarik nafas panjang dan kuceritakan tentang perjodohan yang telah kusetujui. Tapi, tak berani kuungkapkan tentang perasaanku kepadanya. Tak terasa, tetes hangat mengalir membasahi pipiku tak dapat kutahan. Tuk pertama kali, aku menangis didepannya.     Ia terdiam melihatku. Seandainya boleh, mungkin ia akan menghapus air mataku. Kuterisak-isak didepannya.
                Jika saja kamu datang lebih awal,.” Satu kataku yang membuatnya meminta maaf.
                Jika memang ia bisa, pasti akan dia lakukan tapi jarak menjadi penghalang baginya. Berkali-kali ia meminta maaf untuk kesalahan yang tak pernah ia lakukan. Aku hanya diam dalam tangis. Bercerita dengannya sudah cukup melepaskan rinduku selama ini.
__O__

                Langit berwarna abu-abu pagi ini. Awan putih masih belum terlihat. Sang mentari juga masih enggan tuk keluar setelah hujan deras semalam. Jam 7 pagi aku sudah berangkat kekampus dengan mengenakan baju kebaya berwarna hijau bercampur putih. Hatiku masih gelisah, bukan karena ini hari wisuda tapi karena seseorang yang dijodohkan denganku akan datang hari ini. Hatiku cemas tak menentu. Dibawah tenda yang sudah dihias sedemikian indahnya, aku duduk sejenak mencoba menenangkan hati . Sms dari Zaki masuk,
                Zara, maaf aku gak bisa datang. Ku hanya bisa mengirimkan doa untukmu, semoga pilihan orang tuamu adalah yang terbaik. Seandainya saja aku datang lebih awal,,emm,,maafkan aku ra. Aku rindu kamu, Zara Zulisma.  kata-katanya membuatku menangis dihari yang seharusnya aku bahagia.
                Acara wisuda berjalan lancar sesuai rencana. Semuanya terlihat bahagia. Ku melihat senyum bahkan tawa disetiap wajah yang hadir hari itu.
                Nada dering hp ku berbunyi tanda ada panggilan masuk, ternyata dari mama. Beliau memintaku untuk segera menemuinya karna seseorang itu telah menungguku. Jantungku keras berdetak.
                “Ya Allah apa yang harus aku lakukan, ya Allah ku mohon jika ia bukan untukku jauhkan dia” ku berdoa dalam hati.
                Langkah kakiku terasa berat sekali. Jarak yang dekat seakan amat susah tuk ditempuh. Dan akhirnya aku berdiri di samping mama. Tak ada siapapun di sana. Aku bingung dan sempat mengucap syukur karena mungkin ia tak jadi datang. Lalu,..
                Dari kedai kecil itu seseorang keluar membawa 2 aqua ditangannya. Ia mengenakan jas dan dasi, sepatunya pun mengkilap. Gaya orang kantoran. Ia semakin mendekat. Lalu aku menoleh ke arah mama memastikan bahwa itu orang yang dijodohkan denganku. Dan mama pun mengangguk. Jantungku berdegub kencang, sama seperti ketika ia datang ke rumah beberapa hari lalu. Ia tersenyum dan berdiri tepat didepanku. Aku tak dapat menahan tangis.
                Kan aku udah bilang, kalau kita jodoh pasti bakalan jumpa lagi.” ia tersenyum.
                Ya Allah, rencana Mu adalah yang terbaik. Ku tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata. Mungkin air mataku dapat menjelaskan semuanya bahwa betapa bahagianya aku hari ini. Dan satu kata yang ingin kukatakan padanya, “aku juga rindu kamu, Zaki Alfiza”.



0 komentar:

Posting Komentar