Teriakan Sang ORATOR Aksi “ PUTRI”
By: Agsal
“Siapa.. Kau disana, Merajut hari dengan mimpi Menyulam rindu
tiada henti, Langkah nafas yang lelah, Basah peluh beribadah, Kau disana… Mengapa…, Ruku dan sujud
dalam arah, Cahaya bersinar nan kemilau, Duduk dan berbaring dalam harap”
Putri
Itulah nama seorang gadis belia yang tinggal disebuah desa di mana dalam
kesehariannya ia dikenal dengan sosok yang ramah, sopan, lembut, bahakan mudah
berteman. Namun dibalik sikapnya yang penuh bergelora tersebut ia juga punya
satu keunikan yang ada padanya tersebut membuat seorang pemuda sebut saja ia
sang Orator.
Itulah
ia si gadis putri malu yang dengan sikap keluguaannya, ia juga kadang dapat
membuat banyak mata tertuju padaya, mulai dari yang berada sekampung dengannya,
satu sekolah bahkan hingga satu kampus dimana tempat sekarang ia menimba ilmu. Hehehe. J hingga suatu ketika saat ia sudah dipertemukan dengan sang Orator
tiba-tiba ia berubah drastis.
Awalnya
biasa saja, disaat pertemuan pertama dalam sebuah Aksi Keramaian dalam
perjuangan menuntuk hak-hak keadilan rakyat dengan suara sorak lantang saat
meneriakkan kata demi kata dalam bait-bait kalimat tuntutan kepada pihak
penguasa negeri seribu kasta yang sering meresahkan anak bangsa.
Pemuda
itu terus saja berdiri tegak sambil memegang microfon yang ditangannya selembar
kertas kemudian dengan suara lantang ia meneriakkan
“hidup mahasiswa.. hidup mahasiswa...”
Ia Tak
menyadari bahwa saat sedang berteriak keras dibawah teriknya sinaran matahari
yang tak sedikitpun bersahabat pada hari itu tiba-tiba terlihat dengan sebuah
pandangan dalam keramaian disana telah
berdiri tegak seorang anak muda meskipun ia berbeda talenta tapi semangat sorak
lentangnya sangat menggugah semangat dan tenaga sang Orator yang kembali
beraksi dengan Sorakan Bait-bait kalimat tuntutan anak muda bangsa pada sang
penguasa, Itulah ia sosok putri.
Hingga
pada suaatu ketika Sang Orator pun dilanda penasaran dengan sosok putri, sampai
saat suatu hari sang Orator datang
singgah dikampusnya putri ia berjumpa dan menatap malu-malu, ibarat bunga sang
putri malu.
Dengan
sebuah untaian kata kutuliskan putri mengapa di kau mesti “Malu” , dan resah
serta gelisah, karena ku tau meskipun engkau malu tapi dirmu itu ibarat bunga
putri malu yang saat didekati daun-daunnya yang dapat secara cepat menutup "layu"
dengan sendirinya.
Putri tak usah engkau “malu” meski
ini juga akan mengusik saat kau “tertidur” dan “terbangun” ketika matahari
bersinar.
0 komentar:
Posting Komentar