Forum Menulis Mahasiswa Institut

Kamis, 29 Januari 2015

sebait doa pengingat



Menapaki langkah dalam kesombongan yang menyelimuti
Perasaan bangga dengan kemanjaan dan kelembutan
Ntah sebuah rasa seperti raja dalam semua singga sana
Layaknya semua haruslah untuk semua senyuman kami

Tak pernah terlintas
Atau bahkan tak pernah berniat berpikir
Apa yang orang lain fikirkan
mencoba memandang dari apa yang orang lain pandang
Karena untuk apa?
apa yang kami fikir harus cukup mereka pahami

masih dengan keangkuhan yang sama
ketika sebuah tanya mencoba menggoyangkannya

apa yang kalian banggakan ketika kalian bahkan
tak mampu melafadkan doa setelah makan”

seperti  terdengar layaknya lelucon konyol
sebuah doa yang pernah begitu melekat semasa kecil
ntah bersembunyi dibalik mana
hingga kami begitu saja melupakannya

kesombongan itu seakan terhantam dengan keras
hingga pantulan pertanyaan terus saja menggema
tanpa jawaban yang mampu ditemukan
ataupun alasan untuk pembelaan diri

adakah benar bahwa kami lupa cara bersyukur
untuk sesuap nasi yang begitu mudah dihamburkan
hingga ada yang begitu tak terlihat meski hadir didepan mata
bahwa saudaraku sedang menanti suapan yang sama untuk bertahan hidup

dan bahwa nun diujung sana
ada binar-binar harapan yang terlontar
hingga syukur kembali hadir yang slama ini tak mempunyai tempat

maaf untuk semua kemanjaan kami
dan terima kasih telah kembali mengingatkan
hingga kami takkan pernah melupakannya
jika disini tak hanya ada kami akan tetapi kita semua

0 komentar:

Posting Komentar