Menapaki langkah dalam
kesombongan yang menyelimuti
Perasaan bangga dengan
kemanjaan dan kelembutan
Ntah sebuah rasa seperti
raja dalam semua singga sana
Layaknya semua haruslah
untuk semua senyuman kami
Tak pernah terlintas
Atau bahkan tak pernah
berniat berpikir
Apa yang orang lain
fikirkan
mencoba memandang dari apa
yang orang lain pandang
Karena untuk apa?
apa yang kami fikir harus
cukup mereka pahami
masih dengan keangkuhan
yang sama
ketika sebuah tanya mencoba
menggoyangkannya
“apa yang kalian
banggakan ketika kalian bahkan
tak mampu melafadkan doa
setelah makan”
seperti terdengar layaknya lelucon konyol
sebuah doa yang pernah
begitu melekat semasa kecil
ntah bersembunyi dibalik
mana
hingga kami begitu saja
melupakannya
kesombongan itu seakan
terhantam dengan keras
hingga pantulan pertanyaan
terus saja menggema
tanpa jawaban yang mampu
ditemukan
ataupun alasan untuk pembelaan diri
adakah benar bahwa kami
lupa cara bersyukur
untuk sesuap nasi yang
begitu mudah dihamburkan
hingga ada yang begitu tak
terlihat meski hadir didepan mata
bahwa saudaraku sedang
menanti suapan yang sama untuk bertahan hidup
dan bahwa nun diujung sana
ada binar-binar harapan
yang terlontar
hingga syukur kembali hadir
yang slama ini tak mempunyai tempat
maaf untuk semua kemanjaan
kami
dan terima kasih telah
kembali mengingatkan
hingga kami takkan pernah
melupakannya
jika disini tak hanya ada kami akan tetapi kita semua
0 komentar:
Posting Komentar